Monday, January 23, 2006

Press Release KPP

Cabut SK Perpanjangan Pensiun 10 Hakim Agung
Jumat, 20-Januari-2006, 18:28:47

Pernyataan Pers Bersama
Koalisi Pemantau Peradilan

CABUT SK PERPANJANGAN PENSIUN 10 HAKIM AGUNG

Di tengah gencarnya isu mengenai Seleksi Ulang Hakim Agung yang digulirkan oleh Komisi Yudisial masyarakat kini digemparkan lagi oleh satu pemberitaan yang terkait dengan Hakim Agung, yaitu keluarnya 2 (dua) SK Ketua MA tentang Perpanjangan Usia Pensiun Sebagai Hakim Agung. Yaitu SK Nomor: KMA/119/SK/VI/2005 tertanggal 20 Juni 2005. SK tersebut memperpanjang masa pensiun 9 (sembilan) orang Hakim Agung yaitu: (1) Ny Susanti Adi Nugroho; (2) Ny. Titiek Nurmala Siagian; (3) M. Bahaudin Qoudry; (4) Ny. Marianna Sutadi Nasution; (5) H. Parman Suparman; (6) Kaimuddin Salle; (7) Iskandar Kamil; (8) Sudarno; dan (9) German Hoediarto.

Kemudian, sebagai hasil rapat pleno Hakim Agung pada 14 Juli 2005 yang dipimpin Mariana Sutadi (wakil ketua MA bidang non yudisial), ditetapkan perpanjangan masa jabatan Prof. Dr. BAGIR MANAN,SH, M.CL lewat SK Nomor KMA/127A/SK/VII/2005 yang ditandatangani sendiri oleh ketua MA pada tanggal 18 Juli 2005.

Di dalam kedua SK tersebut ada beberapa pertimbangan yang dikemukakan, yaitu:
a. Tunggakan perkara di MA yang masih cukup banyak, sementara untuk menambah Hakim Agung dalam waktu dekat tidak memungkinkan;
b. Hakim Agung yang bersangkutan mempunyai keahlian khusus di bidang hukum yang sangat diperlukan untuk menyelesaikan perkara-perkara di MA;
c. berdasarkan keterangan dokter, Bagir Manan dan 9 Hakim Agung tersebut masih cukup sehat jasmani dan rohani untuk melaksanakan tugas-tugasnya sebagai Hakim Agung;
d. Berdasarkan penilaian Ketua MA, kesembilan Hakim Agung yang bersangkutan telah menjalankan tugas-tugas dengan baik.

Sementara khusus dalam SK yang memperpanjang Bagir Manan secara spesifik disebutkan pertimbangan bahwa MA masih memerlukan Hakim Agung yang memiliki keahlian khusus di bidang Hukum Tata Negara dalam menyelesaikan perkara khusus di bidang Tata Usaha Negara.

Selain itu, salah satu dasar pertimbangan Ketua MA untuk memperpanjang usia pensiunnya dan 9 Hakim Agung yang lain adalah Surat Wakil Sekretaris Kabinet RI nomor: R.06/waseskab/05/04 tanggal 21 Mei 2004, yang menyatakan bahwa untuk perpanjangan masa jabatan Hakim Agung pada MA sepenuhnya tergantung pada penilaian MA.

Terhadap fakta tersebut ada beberapa hal yang layak jadi perhatian:
1. Pasal 11 Ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan UU No. 14 Tahun 1985 tentang MA disebutkan bahwa ”Dalam hal Hakim Agung telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun, dapat diperpanjang sampai dengan 67 (enam puluh tujuh) tahun, dengan syarat mempunyai prestasi kerja luar biasa serta sehat jasmani dan rohani berdasarkan keterangan dokter.
(Penjelasan Pasal 11 (2) Yang dimaksud dengan “prestasi kerja luar biasa” dalam ketentuan ini, diatur dalam ketentuan Mahkamah Agung sesuai dengan peraturan perundang-undangan).
2. Pasal 13 UU No. 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, menyebutkan bahwa kewenangan Komisi yudisial adalah mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.
3. Pasal 14 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, menyebutkan bahwa Dalam hal berakhir masa jabatan Hakim Agung, Mahkamah Agung menyampaikan kepada Komisi Yudisial daftar nama Hakim Agung yang bersangkutan, dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jabatan tersebut.
4. Pasal 20, 21, dan 24 UU No. 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, menyatakan bahwa intinya Komisi Yudisial berwenang melakukan pengawasan terhadap hakim (termasuk Hakim Agung), memberikan peringatan tertulis, merekomendasikan sanksi pemberhentian sementara dan pemberhentian tetap, termasuk merekomendasikan pemberian penghargaan bagi hakim (termasuk Hakim Agung);
5. Pasal 14 UU No. 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial menyatakan bahwa tugas komisi Yudisial adalah melakukan pendaftaran, seleksi, penetapan dan pencalonan Hakim Agung.

Terhadap fakta dan pertimbangan hukum yang ada, kami berpendapat bahwa:
1. Jika merujuk pada Pasal 11 ayat (2) UU MA, terdapat beberapa persoalan. Pertama bahwa terdapat 2 (dua) syarat yang harus dipenuhi untuk memperpanjang masa pensiun Hakim Agung, yaitu adanya PRESTASI LUAR BIASA dan keterangan dokter yang menyatakan sehat jasmani dan rohani.

UU MA memang tidak mendefinisikan secara jelas yang dimaksud dengan Prestasi Luar Biasa tersebut, penjelasan pasal tersebut hanya menyebutkan bahwa yang dimaksud Prestasi Kerja Luar Biasa diatur oleh ketentuan MA sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jika dilihat dari penjelasan pasal tersebut maka kewenangan MA seharusnya HANYALAH menentukan KRITERIA dari Prestasi (kerja) Luar Biasa yang dimaksud, itu pun harus SESUAI dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Dan setiap perpanjangan masa pensiun Hakim Agung harus didasarkan pada ketentuan tersebut (yang hingga saat ini belum pernah dirumuskan). Adapun pengambilan keputusan soal perpanjangan masa jabatan Hakim Agung, harus melibatkan pihak eksternal, terutama Komisi Yudisial, sehingga pelaksanaannya tidak sepihak/subjektif.

Selain itu jika dilihat dari konsideran kedua SK di atas, MA (Ketua MA) tidak menyinggung sedikit pun mengenai PRESTASI LUAR BIASA apa yang telah dicapai oleh DIRINYA serta 9 (sembilan) orang Hakim Agung lainnya. MA (Ketua MA) hanya menyebutkan bahwa mereka (9 orang Hakim Agung) telah menjalankan tugas-tugas dengan baik.

2. Pertimbangan banyaknya tunggakan perkara di MA sebagai dasar perpanjangan pensiun Hakim Agung tidak tepat dan terkesan dicari-cari. Karena diperpanjangnya masa pensiun 10 Hakim Agung tersebut juga tidak menjamin masalah tunggakan perkara di MA sebanyak 20 ribu lebih perkara akan selesai.

3. Pertimbangan bahwa Hakim Agung yang bersangkutan mempunyai keahlian khusus di bidang hukum yang sangat diperlukan untuk menyelesaikan perkara-perkara di MA selain BUKAN merupakan syarat yang ditentukan oleh UU MA untuk perpanjangan pensiun Hakim Agung juga dinilai mengada-ada. Sebab jika memerlukan Hakim Agung yang memiliki keahlian khusus, bukankah MA dapat meminta Komisi Yudisial untuk melakukan proses rekrutmen Hakim Agung?

4. Surat Wakil Sekretaris Kabinet RI nomor R.06/waseskab/05/04 tanggal 21 Mei 2004, yang menjadi dasar pertimbangan MA untuk memperpanjang sendiri masa pensiun Hakim-Hakim Agungnya, tidak memiliki konsekuensi hukum apapun, oleh karena surat tersebut dibuat pada 21 Mei 2004, jauh sebelum UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial disahkan (13 Agustus 2004). Atas dasar tersebut maka seharusnya Surat Wasekab tersebut harus diabaikan Tidak pantas Surat pejabat yang sudah berusia lebih dari 1 tahun, yang tidak punya kekuatan hukum apa-apa, dan materinya tidak sesuai lagi dengan UU Komisi Yudisial yang diundangkan beberapa bulan berikutnya, masih dijadikan pertimbangan oleh MA untuk memanjangkan masa jabatan Hakim-Hakim Agung-nya pada 2005.

5. Langkah yang dilakukan Ketua MA harus dinilai sebagai pengingkaran pimpinan MA terhadap keberadaan Komisi Yudisial. Dalam hal adanya Hakim Agung yang akan pensiun seharusnya Pihak MA melaporkan hal tersebut kepada Komisi Yudisial. Berdasarkan pasal 14 UU No. 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial menyebutkan “Dalam hal berakhir masa jabatan Hakim Agung, Mahkamah Agung menyampaikan kepada Komisi Yudisial daftar nama Hakim Agung yang bersangkutan, dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jabatan tersebut”. Selanjutnya Komisi Yudisial melakukan proses-proses pengusulan calon Hakim Agung kepada DPR RI.

6. Pengingkaran terhadap keberadaan Komisi Yudisial juga semakin tegas jika dilihat tercapainya usia 65 tahun para Hakim Agung tersebut, sebagian besar terjadi pada akhir 2006 (setelah Komisi Yudisial terbentuk dan bekerja). Untuk apa Ketua MA mengeluarkan Surat Keputusan lebih dari satu tahun SEBELUM Hakim-Hakim Agung tersebut mencapainya usia 65 tahun (20 Juni 2005 dan 18 Juli 2005), kalau tidak untuk melangkahi Komisi Yudisial yang baru dilantik Presiden pada tanggal 2 Agustus 2005?

7. Secara hukum, SK Ketua MA batal demi hukum karena terbukti bertentangan dengan Konstitusi (Pasal 24 Amandemen Ketiga UUD 45) serta UU No 5 tahun 2004 dan UU No. 22 tahun 2004.

8. Tindakan Ketua/Pimpinan MA dengan mengeluarkan SK perpanjangan pensiun merupakan suatu yang tidak etis dan dapat menjadi salah satu dasar yang kuat untuk dilakukan seleksi ulang hakim agung.


Berdasarkan uraian di atas kami menuntut Ketua MA :
1. Mencabut dua SK mengenai perpanjangan pensiun bagi dirinya dan 9 Hakim Agung lainnya
2. Memberitahukan Hakim-Hakim Agung yang akan pensiun kepada Komisi Yudisial untuk segera melakukan proses seleksi calon Hakim Agung sebagaimana dimandatkan oleh UU No.22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.


Jakarta, 20 Januari 2006
Koalisia Pemantau Peradilan

1. Teten Masduki (Indonesia Corruption Watch)
2. Firmansyah Arifin (Konsorsium Reformasi Hukum Nasional)
3. Uli Parulian (Lembaga Bantuan Hukum Jakarta)
4. Hasril Hertanto (Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia FH UI)
5. Arsil (Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Indenpendensi Peradilan)
6. Binziyad Khadafi (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan)

------------------
Nb.
SK Ketua MA tentang Perpanjangan Masa Pensiun dapat dilihat di www.antikorupsi.org

0 Comments:

Post a Comment

<< Home