Thursday, December 14, 2006

Paradoks Kekuasaan

Beberapa waktu yang lampau saya memuji kebijakan Presiden Russia, Vladimir Putin, yang memilih membayar lunas semua hutang, bunga, dan dendanya kepada negara-negara yang tergabung dalam Paris CLub. Padahal, jumlah uang yang dikeluarkan sangatlah besar. Saya meyakini bahwa tanpa utang, maka suatu negara akan lebih bermartabat dan lebih mampu untuk mensejahterakan rakyatnya; dan hal itu adalah sebaik-baiknya kondisi suatu negara. Karena itulah, saya mendukung kebijakan Putin tersebut. Saat itu saya memandang kekuasaan dalam wajahnya yang baik. Tapi kini saya dihadapkan pada peristiwa yang membuat kekuasaan menampakkan wajahnya yang bengis. Peristiwa yang membuat saya makin meyakini bahwa kekuasaan itu bisa menjadi racun bagi mereka yang terlalu menyayanginya. Ceritanya sebagai berikut.

Seorang mantan agen rahasia Russia yang sekarang menetap di Inggris bernama Alexander Litvinenko mati karena diracun. Hal yang menggegerkan adalah racun yang membunuhnya konon merupakan bahan radioaktif yang hanya dapat ditemukan di laboratorium nuklir yang sangat canggih. Karena racun itu sangat berbahaya, pihak yang berwenang di Inggris sampai harus memeriksa kondisi fisik orang yang dianggap pernah bersentuhan dengan Litvinenko, misalnya perawat di rumah sakit. Bahkan mobil yang pernah dipakai oleh Litvinenko pun harus diperiksa secara seksama untuk mengetahaui masih ada sisa racun tersebut atau tidak. Semua kerepotan tersebut harus dilakukan, karena racun yang membunuh Litvinenko tersebut memang sangat berbahaya dan mematikan. Singkat cerita, agen-agen Vladimir Putin, sang Presiden Russia lah yang diduga berada di belakang pembunuhan itu.

Sulit untuk membuktikan keterlibatan Putin, tetapi sulit juga untuk berpikir bahwa Putin tidak mengetahui itu. Bagi seorang Putin yang mantan agen rahasia juga, saya yakin pembunuhan bukan sesuatu yang asing. Karena sebagai agen rahasia, Ia memang dilatih untuk itu. Tapi jika kita baca cerita-cerita tentang organisasi intelijen, memang masih ada kemungkinan bahwa Putin tidak tahu operasi tersebut. Organisasi intelijen itu konon bisa bergerak tanpa koordinasi langsung dengan presiden, apalagi jika mereka mengasumsikan bahwa jika koordinasi dilakukan maka operasi akan gagal.

Menariknya adalah, terlepas dari pembuktian mengenai tahu tidaknya Putin dalam operasi pembunuhan Litvinenko dan Anna Politskaya, kematian orang-orang itu sesungguhnya 'menguntungkan' Putin. Media massa mencatat bahwa orang-orang yang terbunuh itu adalah bagian dari mereka yang rajin melakukan penentangan terhadap berbagai kebijakan Putin. Para oposan itu juga diduga membangun jaringan ke musuh-musuhnya Putin, baik yang terang-terangan seperti dukungan ke pemerintah Republik Chech, maupun yang klandestine seperti kontak dengan para agen dari negara yang tergabung dalam blok NATO. Kematian orang-orang tersebut membuat para oposan yang kritis berkurang dan itu menguntungkan bagi kekuasaan Putin saat ini. Tapi mungkin keuntungan itu tidak untuk waktu lama, karena sejarah mencatat: bahwa penguasa yang mempertahankan kekuasaannya dengan menghalalkan pembunuhan lawan-lawan politiknya pasti akan hancur (dan semoga Ia hancur dengan menyakitkan).

0 Comments:

Post a Comment

<< Home