Wednesday, March 10, 2004

Jangan Pernah Jadi Rasis

....

waktu di SMA saya punya seorang kawan yang keturunan cina. namanya Bayu. saya banyak belajar dari dia. terutama mengenai kesabaran. waktu itu saya dan teman-teman yang lain memang suka iseng manggil dia: cina atau engkoh. kita sebenernya tau bahwa panggilan seperti itu punya imej yang gak enak. karena seringkali dua istilah itu diucapkan dengan nada yang amat sinis. tapi kita sebenernya enggak bermaksud menyakiti atau menghina dia kok. kadang kita cuma iseng mancing-mancing dia aja; marah apa enggak kalo kita panggil seperti itu. ternyata si Bayu ini sama sekali enggak marah. dia cuek aja. suatu kali dia malah ngomong gini, "gua emang ada keturunan cina, trus lu mau apa?" dia membuat saya belajar bahwa kemuliaan seseorang itu enggak ditentukan oleh ras nya, tetapi oleh kesabarannya dalam menghadapi kritik.

ketika menjadi mahasiswa saya juga punya kawan keturunan cina. namanya Jafar. saya sebenernya enggak terlalu deket dengan dia. tapi saya juga banyak belajar dari sosok yang satu ini. sebenernya perlakuan yang dia alamin hampir sama dengan yang dialamin si Bayu. cuma sering dipanggil cina gitu. tapi karena di kampus kita enggak terus-terusan satu kelas seperti di SMA, sikap kita itu justru malah membuat kita enggak bisa akrab dengan Jafar. sebagian dari kita malah menganggap Jafar weird. sebaliknya Jafar menganggap kita rasis. tetapi, di pertengahan masa perkuliahan Jafar kelihatannya berusaha membaur. suatu kali dia ikut naik gunung Ciremai. pendakian itu sebenernya kurang tertib, karena ketika turun kita enggak bareng-bareng. nah si Jafar ini terpisah cukup jauh dengan orang-orang yang di depan dan di belakang. akhirnya dia turun sendirian. dia baru pertama kali naik gunung dan harus menuruni Ciremai di kegelapan malam tanpa senter. tentu saja kita yang udah di bawah panik. takut nih anak ilang, karena sudah banyak pendaki yang nyasar dan kemudian hilang di Ciremai. thank god, ternyata jam 9 malem dia nongol. selain berusaha membaur, Jafar juga menggugat sekat-sekat rasialisme melalui aktifitas intelektual. dia senang membaca dan mendiskusikan hal-hal yang terkait dengan itu. bahkan saya banyak baca bukunya Pram karena dipinjami dia. di akhir kuliah dia menulis skripsi luar biasa yang menguraikan tentang hegemoni rasial yang dilancarkan orde baru melalui instrumen-instrumen hukum nya. terakhir, saya dengar kabarnya dia menjadi peneliti di salah satu Lembaga Bantuan Hukum. dia membuat saya belajar bahwa kemuliaan seseorang enggak ditentukan oleh ras nya, tetapi oleh kegigihannya dalam berusaha.

waktu mau berangkat ke Madison, seorang kawan memberitahu bahwa anak-anak Indonesia yang keturunan cina di sana itu sombong-sombong dan gak mau gaul dengan yang bukan keturunan cina. begitu gua menginjakkan kaki di Madison, gua pengen banget bilang sama temen gua itu, "apa yang lu bilang dulu tuh BULLSHIT, lu aja yang rasis dan berhati jelek!!!" kenapa saya bilang begitu? karena saya bener-bener ngalamin, bahwa orang-orang yang dia bilang sombong itulah yang bener-bener menolong saya untuk settle di Madison. salah seorang namanya Kusuma. dia anak undergrad di UW School of Business. dia adalah salah seorang yang menjemput saya waktu baru datang (yang satu lagi namanya Hans). dia yang menemani saya jalan-jalan di sepanjang state street dan menjelaskan keunikan-keunikan Madison. dia yang rela muter-muter nyariin saya apartemen. dia yang ngomong dengan landlord nya apartemen, karena saya masih belum pede berbahasa inggris. terus terang saya benar-benar berterimakasih atas keramahan dan bantuannya. dia membuat saya belajar bahwa kemuliaan seseorang itu -sekali lagi- enggak ditentukan oleh rasnya, tetapi oleh keramahan dan kesediaannya dalam menolong.

karena pengalaman-pengalaman itulah saya sebenernya sangat sedih karena di Indonesia masih banyak sekali orang-orang yang rasis. orang-orang yang selalu sinis kepada mereka yang keturunan cina. kenapa sih kita enggak memandang seseorang apa adanya. bahwa orang dari ras apa pun, suku apa pun, agama apa pun, pasti ada yang baik dan ada yang jahat? kenapa sih harus sinis? pada masa pemilu saat ini kesedihan saya itu bertambah menjadi kekhawatiran. karena menurut saya, sedikit sekali politisi yang menunjukkan perjuangannya untuk menghapus rasisme dari bumi Indonesia. beberapa orang malah senang menggembar-gemborkan sentimen kedaerahan. terus terang saya ngeri kalau bangsa Indonesia diperintah oleh orang-orang yang rasis. karena selama sikap itu masih ada, kita tidak akan pernah mulia sebagai suatu bangsa. salah satu tulisan saya mengenai hal tersebut dimuat disini.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home